Kamis, 07 Juni 2018

Nasehat untuk Penguasa

0

Nasehat untuk Penguasa

Nurul Sakinah Bayti, S. Hut. (Pembina Kajian Muslimah & Wirausaha)

Semarang - Jabatan Prof Suteki di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mulai hari ini dinonaktifkan sementara sesuai SK Rektor No. 223/UN7.P/KP/2018. Hal itu terkait dijalaninya pemeriksaan disiplin yang digelar karena dugaan anti-NKRI.

Humas Undip Semarang, Nuswantoro mengatakan hari ini Prof. Suteki menjalani sidang disiplin. Sesuai dengan peraturan ASN, maka yang bersangkutan dibebastugaskan dari jabatannya. "Ini bukan sanksi yang dijatuhkan, tetapi prosedur yang harus, selama yang bersangkutan masuk dalam persidangan disiplin ASN," kata Nuswantoro, Rabu (6/6/2018).https://m.detik.com

Anti NKRI Muncul Kembali

Sebutan anti NKRI muncul kembali setelah Guru Besar dari Fakultas Hukum Undip menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan HTI di PTUN Jakarta beberapa bulan kemarin. Menurut Prof. Suteki berdasar kepakaran ilmunya di bidang Pancasila yang diampunya selama 24 tahun.

Mengatakan bahwa Khilafah yang diajarkah oleh HTI tidak bertentangan dengan Pancasila. Karena sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa. Dan Khilafah adalah ajaran Islam. Islam adalah agama yang dijamin oleh sila pertama Pancasila.
Bukan hanya kali ini saja. Rupanya penyematan anti NKRI ini pun dari dahulu kerap terjadi terhadap seseorang berlainan pendapat dengan rezim. Demikian juga anti Pancasila pun dilekatkan pada orang yang berseberangan dengan penguasa.

Tercatat nama Prof. Buya Hamka, kejadiannya sekitar 1959, yakni ketika rezim Sukarno mengeluarkan peraturan pemerintah yang melarang pegawai negeri aktif sebagai anggota partai politik. Sebagai pegawai tinggi Kementerian Agama golongan F, Buya Hamka akhirnya memilih mengundurkan diri. Ia memilih berkhidmat kepada umat melalui perjuangan bersama Partai Masyumi.

Ketika sikap kritis dibungkam dengan pilihan berat. Tetap menjadi pegawai atau menjadi menjadi anggota parpol. Buya Hamka pun memilih keluar menjadi pegawai, dan berjuang bersama umat.

Saat ini terulang kembali di rezim penguasa ini. Sikap kritis seorang tokoh, justru berbuah tuduhan balik sebagai anti NKRI dan anti Pancasila. Lantas bagaimana yang disebut pancasilais dan cinta NKRI? Ternyata yang boleh menafsirkan makna tersebut adalah rezim penguasa. Jika bebeda dengan tafsir rezim maka akan disebut dengan anti NKRI dan anti Pancasila.

Nasehat adalah Kewajiban

Saat kasus korupsi merajalela, Islam hadir memberikan solusi. Kenaikan BBM yang terus-terusan, Islam selalu memberi jawaban. Bahkan ketika negeri ini pun dalam ancaman perpecahan dan disintegrasi, Islam hadir untuk menyatukan. Alih-alih solusi yang ditawarkan Islam diambil. Justru tokoh Islam dan ajaran Islam yang kriminalisasi.

Penguasa bukan malaikat. Apalagi wakil Tuhan. Penguasa juga manusia yang berpeluang melakukan kesalahan. Saat kesalahan dilakukan dan menyangkut kebijakan banyak orang. Disinilah peran rakyat untuk mengoreksi. Meluruskan kesalahan seorang penguasa.

Dalam sistem Islam, tidak ada penguasa yang anti kritik. Bahkan ketika Umar bin Khoththob diangkat sebagai Kholifah dan menetapkan pembatasan mahar kepada seorang wanita yang hendak menikah. Dengan besaran jumlah mahar tertentu. Hadirlah seorang muslimah yang memprotes kebijakan Kholifah Umar. Menuntut agar Sang Kholifah mencabut kebijakan penetapan mahar untuk wanita yang akan menikah. Lantas Umar pun meminta maaf karena telah khilaf menetapkan pembatasan mahar tersebut.

Rosululloh Saw pun bepesan : “Sebaik-baik jihad ialah berkata yang benar di hadapan penguasa yang zalim atau pemimpin yang zalim.” (HR. Abu Dawub, Tirmidzi dan Ibnu Majah). Nasehat untuk penguasa adalah wajib. Bahkan Rosul Saw menyebut dengan jihad yang paling utama.

Inilah indahnya Islam ketika diterapkan. Kekuasaan bukan untuk sewenang-wenang. Karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Termasuk seorang penguasa pun tak akan lepas dari pertanggungjawaban di pengadilan akherat.

Berharap ada sosok pemimpin Islam dalam sistem Islam yang akan mengurusi urusan rakyat. Pemimpin yang berperan sebagai junnah (perisai). Sabda Rosul Saw : ”Sesungguhnya al-Imâm (khalifah) itu adalah perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, dll)


0 komentar:

Posting Komentar