Tak Butuh Dipameri Gaji
Nurul Sakinah Bayti, S. Hut
( Wirausaha & Member Developer Property Syariah)
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla tak ingin besaran gaji Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terus dipersoalkan. Apalagi, kata kalla, pekerjaan Dewan Pengarah BPIP tersebut bukan pekerjaan fisik, tapi pekerjaan pemikiran.
"Semua pengarah itu orang-orang yang senior, negarawan yang dihormati. Jadi jangan dibenturkan dengan gaji," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Rabu (30/5/2018). Menurut Kalla, jika dibandingkan dengan total gaji dan tunjangan yang diterima oleh menteri, gaji Dewan Pengarah BPIP tersebut kalah besar.
Gaji Ratusan Juta Untuk Siapa?
Tak pantas rasanya membicarakan masalah gaji, terlebih dengan besaran yang sangat fantastis. Dikala angka kemiskinan meningkat. Beban hidup rakyat terus bertambah. Korupsi E KTP yang tak kunjung usai. Lonjakan harga kebutuhan pokok selama ramadan dan jelang hari raya. Kenaikan BBM. Dan segudang masalah menumpuk di negeri ini. Butuh solusi, bukan malah dipameri gaji.
Serasa masalah negeri ini hanya sebatas berganti. Belum menemukan solusi. Setiap kali masalah muncul. Belum juga selesai, berganti dengan masalah baru.
Perekonomian yang semakin lesu. Sistem politik yang penuh tipu. Sistem pendidikan yang sarat kasus-kasus baru. Ini pun selalu menghiasi setiap kali melihat berita. Di layar televisi maupun media online.
Gaji ratusan juta bagi orang-orang yang mengaku pancasilais. Benarkah ? Padahal ketika aset negeri tergadai ke asing mereka diam. Saat kontrak Freeport diperpanjang mereka pun anteng. BBM naik diam-diam pun gak ada yang protes. Bahkan adanya gerakan separatis di Indonesia Timur pun, tak dicurigai. Malah mencurigai gerakan Islam yang telah memberikan kontribusi untuk negeri. Dengan segudang tuduhan. Bahkan dibubarkan tanpa adanya alasan.
Pancasilais bagi siapa? Gaji ratusan juta untuk siapa? Ah, biarlah publik yang menilai. Karena kebenaran itu akan menemukan jalannya agar terungkap.
Bukan pekerjaan fisik, namun pekerjaan pemikiran. Padahal banyak pekerjaan pemikiran yang lainnya dengan imbalan yang tak sebanding. Berapa gaji seorang guru besar? Berapa gaji seorang dosen? Berapa gaji para ilmuwan? Apakah angkanya mencapai ratusan juta juga? Rasanya tak pantas ketika menggaji ratusan juta, sementara banyak juga pekerjaan lain yang dilakoni di negeri ini yang lebih menguras pikiran dengan gaji yang minimalis.
Kesederhanaan Pemimpin Islam
Sungguh Islam adalah agama yang paripurna. Penguasa tidak lebih terhormat daripada rakyat. Bahkan seorang penguasa dalam sistem Islam pun rela menderita lebih dahulu, bahagia belakangan karena takut dengan amanah yang dipegang. Takut pada hari pertanggungjawaban ketika tak mampu menjaga amanah yang telah diberikan rakyat kepadanya. Amanah yang hakekatnya berasal dari Alloh SWT.
Firman Alloh SWT : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad); jangan pula kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian, padahal kalian mengetahuinya" (QS al-Anfal [8]: 27).
Tegas dan amanahnya Umar Bin Khoththob ini patut dicontoh. Umar bin Khoththob mendapat aduan dari seorang Yahudi saat gubugnya digusur oleh Gubuernur Amar bin Ash untuk perluasan bangunan masjid.
Yahudi tua itu tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan berniat mengadukan kesewenang-wenangan gubernur Amr kepada Kholifah Umar bin Khoththob. Di sepanjang jalan menuju Madinah, yahudi berpikir bagaimana sosok sang Kholifah, apakah sama dengan gubernurnya.
Hingga akhirnya di kota Madinah bertemu dengan seorang pria yag duduk di bawah pohon kurma. Yahudi bertanya: ‘Wahai tuan, tahukan anda di mana Khalifah?’ Lelaki itu menjawab : ‘Ada apa engkau mencarinya’.” Aku ingin mengadukan sesuatu” jawabnya. Yahudi bertanya lagi: Di manakah istananya? “ Ada di atas lumpur” jawab lelaki itu. Kemudian bertanya lagi : ‘ Lalu siapa pengawalnya?’. “Pengawalnya orang-orang miskin, anak yatim dan janda-janda tua”, tukasnya. Yahudi bertanya lagi, apa pakaian kebesarnnya? ” Pakaian kebesarannya adalah malu dan taqwa”. Di mana dia sekarang? Lelaki itu menjawab : “Ada di depan engkau”.
Sungguh kaget orang yahudi itu, ternyata sejak tadi, dia bertanya dengan seorang Khalifah. Ia ceritakan segala apa yang dilakukan gubernur Amr kepadanya.
Orang yahudi itu tunduk. Dia terkesan dengan keadilan Islam. Diapun mengikhlaskan tanahnya untuk pembangunan masjid serta mengucapkan syahadat untuk masuk Islam.
Kisah Umar bin Khoththob inilah yang menjadi teladan sikap seorang pemimpin Islam. Kesederhanaam dalam kehidupannya. Tegas dalam sikapnya. Kepemimpinan ini akan muncul ketika paham Islam. Rasa takut karena keimananya. Rasa harap akan akan janjiNya. Kemimpinan seperti ini hanya ada dalam sistem Islam. Sistem yang akan menciptakan kesholehan individu dan masyarakat. Sistem yang akan membawa kebaikan dunia dan akherat.
Nurul Sakinah Bayti, S. Hut
( Wirausaha & Member Developer Property Syariah)
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla tak ingin besaran gaji Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terus dipersoalkan. Apalagi, kata kalla, pekerjaan Dewan Pengarah BPIP tersebut bukan pekerjaan fisik, tapi pekerjaan pemikiran.
"Semua pengarah itu orang-orang yang senior, negarawan yang dihormati. Jadi jangan dibenturkan dengan gaji," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Rabu (30/5/2018). Menurut Kalla, jika dibandingkan dengan total gaji dan tunjangan yang diterima oleh menteri, gaji Dewan Pengarah BPIP tersebut kalah besar.
Gaji Ratusan Juta Untuk Siapa?
Tak pantas rasanya membicarakan masalah gaji, terlebih dengan besaran yang sangat fantastis. Dikala angka kemiskinan meningkat. Beban hidup rakyat terus bertambah. Korupsi E KTP yang tak kunjung usai. Lonjakan harga kebutuhan pokok selama ramadan dan jelang hari raya. Kenaikan BBM. Dan segudang masalah menumpuk di negeri ini. Butuh solusi, bukan malah dipameri gaji.
Serasa masalah negeri ini hanya sebatas berganti. Belum menemukan solusi. Setiap kali masalah muncul. Belum juga selesai, berganti dengan masalah baru.
Perekonomian yang semakin lesu. Sistem politik yang penuh tipu. Sistem pendidikan yang sarat kasus-kasus baru. Ini pun selalu menghiasi setiap kali melihat berita. Di layar televisi maupun media online.
Gaji ratusan juta bagi orang-orang yang mengaku pancasilais. Benarkah ? Padahal ketika aset negeri tergadai ke asing mereka diam. Saat kontrak Freeport diperpanjang mereka pun anteng. BBM naik diam-diam pun gak ada yang protes. Bahkan adanya gerakan separatis di Indonesia Timur pun, tak dicurigai. Malah mencurigai gerakan Islam yang telah memberikan kontribusi untuk negeri. Dengan segudang tuduhan. Bahkan dibubarkan tanpa adanya alasan.
Pancasilais bagi siapa? Gaji ratusan juta untuk siapa? Ah, biarlah publik yang menilai. Karena kebenaran itu akan menemukan jalannya agar terungkap.
Bukan pekerjaan fisik, namun pekerjaan pemikiran. Padahal banyak pekerjaan pemikiran yang lainnya dengan imbalan yang tak sebanding. Berapa gaji seorang guru besar? Berapa gaji seorang dosen? Berapa gaji para ilmuwan? Apakah angkanya mencapai ratusan juta juga? Rasanya tak pantas ketika menggaji ratusan juta, sementara banyak juga pekerjaan lain yang dilakoni di negeri ini yang lebih menguras pikiran dengan gaji yang minimalis.
Kesederhanaan Pemimpin Islam
Sungguh Islam adalah agama yang paripurna. Penguasa tidak lebih terhormat daripada rakyat. Bahkan seorang penguasa dalam sistem Islam pun rela menderita lebih dahulu, bahagia belakangan karena takut dengan amanah yang dipegang. Takut pada hari pertanggungjawaban ketika tak mampu menjaga amanah yang telah diberikan rakyat kepadanya. Amanah yang hakekatnya berasal dari Alloh SWT.
Firman Alloh SWT : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad); jangan pula kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian, padahal kalian mengetahuinya" (QS al-Anfal [8]: 27).
Tegas dan amanahnya Umar Bin Khoththob ini patut dicontoh. Umar bin Khoththob mendapat aduan dari seorang Yahudi saat gubugnya digusur oleh Gubuernur Amar bin Ash untuk perluasan bangunan masjid.
Yahudi tua itu tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan berniat mengadukan kesewenang-wenangan gubernur Amr kepada Kholifah Umar bin Khoththob. Di sepanjang jalan menuju Madinah, yahudi berpikir bagaimana sosok sang Kholifah, apakah sama dengan gubernurnya.
Hingga akhirnya di kota Madinah bertemu dengan seorang pria yag duduk di bawah pohon kurma. Yahudi bertanya: ‘Wahai tuan, tahukan anda di mana Khalifah?’ Lelaki itu menjawab : ‘Ada apa engkau mencarinya’.” Aku ingin mengadukan sesuatu” jawabnya. Yahudi bertanya lagi: Di manakah istananya? “ Ada di atas lumpur” jawab lelaki itu. Kemudian bertanya lagi : ‘ Lalu siapa pengawalnya?’. “Pengawalnya orang-orang miskin, anak yatim dan janda-janda tua”, tukasnya. Yahudi bertanya lagi, apa pakaian kebesarnnya? ” Pakaian kebesarannya adalah malu dan taqwa”. Di mana dia sekarang? Lelaki itu menjawab : “Ada di depan engkau”.
Sungguh kaget orang yahudi itu, ternyata sejak tadi, dia bertanya dengan seorang Khalifah. Ia ceritakan segala apa yang dilakukan gubernur Amr kepadanya.
Orang yahudi itu tunduk. Dia terkesan dengan keadilan Islam. Diapun mengikhlaskan tanahnya untuk pembangunan masjid serta mengucapkan syahadat untuk masuk Islam.
Kisah Umar bin Khoththob inilah yang menjadi teladan sikap seorang pemimpin Islam. Kesederhanaam dalam kehidupannya. Tegas dalam sikapnya. Kepemimpinan ini akan muncul ketika paham Islam. Rasa takut karena keimananya. Rasa harap akan akan janjiNya. Kemimpinan seperti ini hanya ada dalam sistem Islam. Sistem yang akan menciptakan kesholehan individu dan masyarakat. Sistem yang akan membawa kebaikan dunia dan akherat.
0 komentar:
Posting Komentar