Sabtu, 29 September 2018

Gempa Tanpa Jeda

0

Gempa Tanpa Jeda
Nurul Sakinah Bayti, S. Hut. (Wirausaha tinggal di Cepu)

Belum kering ingatan kita dengan kejadian gempa yang menimpa Pulau Lombok. Hari Jumat, 28 September 2018 tersiar kabar gempa mengguncang Kota Palu dan Kabupaten Donggala.

Sejumlah gempa susulan terus terjadi di kawasan tersebut hingga Jumat malam.Tercatat setidaknya ada 13 gempa dengan kekuatan di atas magnitudo 5 sejak pukul 14.00 WIB hingga 21.26 WIB.(www.kompas.com)

Jumlah korban meninggal dunia akibat gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah, meningkat menjadi 384 orang.

Selain ratusan korban meninggal, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tercatat 29 orang hilang dan 540 luka berat. (www.kompas.com)

Potensi Besar Gempa

Indonesia berada di wilayah yang berpotensi gempa. Menurut para ahli geologi, wilayah Indonesia memang sangat berpotensi terjadi gempa bumi karena posisinya yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik.

Wilayah Indonesia juga sangat kaya dengan sebaran patahan aktif atau sesar aktif. Ada lebih dari 200 patahan yang sudah terpetakan dengan baik dan masih banyak yang belum terpetakan sehingga wajar jika wilayah Indonesia dalam sehari lebih dari 10 gempa yang terjadi.

Sejumlah patahan aktif tersebut adalah patahan besar Sumatra yang membelah Aceh sampai Lampung, sesar aktif di Jawa, Lembang, Jogjakarta, di utara Bali, Lombok, NTB, NTT, Sumbawa, di Sulawesi, Sorong, dan di Kalimantan.

Terlepas karena faktor alam, bijak kiranya peduduk negeri ini merenungkan setiap sapaan lembut dari Dzat Yang Menciptakan Hidup. Apakah gerangan yang menyebabkan gempa selalu terjadi? Apakah banyak kemaksiatan yang merajalela? Atau bahkan kemaksiatan itu dilegalisai oleh negara dalam bentuk aturan?

Mengambil Pelajaran

Peristiwa alam yang mengguncang negeri ini, bukan hanya dalam hitungan tahun, namun lebih sering hitungan hari. Belum selesai penanganan dampak psikologis akibat bencana Lombok. Sudah muncul bencana baru yang terjadi di Kabupaten Palu dan Donggala.

Saat melihat kemaksiatan terang-terangan terjadi di negeri ini. Kasus kriminalisasi ulama yang tak kunjung usai. Pembubaran acara pengajian dengan dalih penjagaan terhadap NKRI. Adudomba sesama kelompok Islam dengan sangat gamblang. Bahkan skenario mengkotak-kotakan umat Islam dengan label terorisme, radikal dan moderatpun menimpa rakyat negeri ini.

Kemaksiatan dalam sistem kehidupanpun, juga menjadi pemandangan harian. Miras yang nyata haram, diijinkan demi pendapatan daerah. Riba yang nyata berdosa, dilegalkan dengan dalih ekonomi rakyat. Penjualan aset rakyat kepada perusahaan swasta dan asing yang dampaknya rakyat tidak bisa menikmati kelayaan sumber daya alam negeri ini. Dan segudang masalah yang menumpuk, yang tak kunjung ada solusi.

Banyak pelajaran hidup yang bisa diambil atas setiap kejadian. Berhenti meratapi musibah dan bencana yang datang, berhenti menyalahkan Allah SWT yang telah menimpakan musibah ini. Evalusi dan intropeksi diri adalah langkah terbaik atas setiap musibah yang terjadi. Memperbaiki diri seraya meningkatkan ketundukan kepada Dzat Yang Maha Mengatur. Inilah hikmah terbaik yang bisa diambil atas setiap musibah.

Sekala negara juga harus berkaca, apakah aturan yang dibuat sudah tunduk kepada perintah Allah SWT atau sebaliknya. Saat aturan negara dibuat berdasar akal manusia dan mengesampingkan aturan Allah, saat itulah Allah SWT murka terhadap kita.

Sebagaimana firman Allah SWT: Artinya :”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (T.Q.S. Ar Ruum : 41)
Ketundukan totalitas menjadi kunci pembuka rahmat Allah SWT. Keimanan yang kuat dalam dada pondasinya. Dan ketaatan terhadap syariatNya adalah buahnya.


0 komentar:

Posting Komentar