Senin, 03 September 2018

Idealisme Tak Direstu oleh Sakinah Bayti

0

Idealisme Tak Direstu
Oleh : Sakinah Bayti

Ada saat hidup punya idealisme. Namun tak selamanya terwujud. Karena hidup bukan apa yang kita mau. Namun apa yang kita terima. Iya, ada yang lebih berharga dari sekadar idealisme. Restu orangtua. Doa mujarab yang memupus idealisme. Terlebih kata kramat selalu tersemat. Ridho Alloh ridho orangtua. Murka Alloh murka orangtua. Sepenggal kisah hidup untuk diambil pelajaran.
* * * * *

Jadwal pengumuman CPNS yang lama kutunggu telah datang. Aku keluarkan motorku dari rumah. Ku starter menuju warnet. Jaraknya hanya setengah kilometer. Lima menit sampai lah di warnet terdekat.
"Mbak, mana komputer yang bisa dipakai?" Tanyaku kepada penjaga warnet. "Nomor dua mbak, sambil menunjuk ruangan komputer yang kosong." Langsung memegang mouse komputer, kucari website Departemen Kehutanan. Tempat dimana aku mengikuti ujian seleksi CPNS.
Mata mulai cermat melihat sekian banyak yang lolos. Kebetulan waktu itu yang dibutuhkan cukup banyak. Setiap formasi bidang ku cek secara teliti. Jangan sampai ada yang terlewat. Sampai pada formasi penyuluh kehutanan. Mata ini mulai berhenti. Jantungpun mulai bunyi. Deg, subhanalloh ternyata namaku muncul di formasi itu. Coba ku buka lebar-lebar mata ini khawatir salah melihat nama. Tertera namaku. Iya, itu benar namaku. Kucoba geser mouse untuk melihat lokasi penempatan. Tak sabar ingin melihat wilayah tugas ku. MasyaAlloh Nangro Aceh Darussalam. Subhanalloh, pikirku panjang penuh tanya dalam hati.
.
.
Sepanjang perjalanan pulang dari warnet, batin ini bertanya-tanya. Aceh. Seingatku memang propinsi yang agamis. Sangat kental dengan suasana Islam. Terkenal serambi Mekah. Tapi batin ini tak tahu harus merasa bahagia atau sebaliknya. Lamunku langsung berpikir ke orang tua. Direstui gak ya?
Sesampai di rumah. Langsung kulihat atlas Indonesia. Kupastikan posisi Aceh di sebelah mana. MasyaAlloh paling ujung Barat Pulau Sumatera. Hampir berbatasan dan dekat dengan Malaysia. Perjalanan yang pasti lama dari kampung halamanku. Aku berada di Pulau Jawa, tepatnya Jawa Tengah bagian timur. Lebih dekat ke Jawa Timur sebenarnya. Sementara Aceh, ujung Barat pulau Sumatera. Gak kebayang deh jauhnya.
Kudekati Bapak yang sedang nonton tivi sore itu. "Pak alhamdulillah kulo ketampi PNS (Pak alhamdulillah saya keterima PNS)". "Penempatan nang ngendi? (Penempatan di mana?". Tanya Bapak dengan penasaran. "Tapi di tempatkan di Aceh Pak." Terdengar pelan suaraku. Serasa tak yakin Bapak merestui. "Coba tanyakan ke ibumu". Jawab Bapak tak memberikan keputusan boleh diambil atau tidak.
Kucari ibu di dapur. Sambil kuajak mendekat ke depan menghampiri Bapak yang sedang asik nonton tivi. Biar enak ngobrolnya. Sekalian tahu respon dan jawaban kedua orangtuaku. "Ono opo to nduk?" (Ada apa to nduk?)". Ibu membuka pertanyaan sambil penasaran. "Bu, alhamdulillah aku lolos seleksi CPNS. Tapi penempatanya sangat jauh. Di Aceh. "Sebenare ibu seneng nduk. Kamu bisa jadi pegawai. Tapi kok yo aduh men (tapi kok jauh amat). Ibumu ini wis tuwo nduk, nak butuh ngombe njaluk tulung sopo?" (Ibumu ini sudah tua nduk, kalau minta minum sama siapa?)." Tandas ibu menimpali infoku.
.
.
.
Kucoba yakinkan ibu agar merestui keinginanku. PNS ini impianku sejak lama. Jarang-jarang kesempatan ini datang lagi. Ketika sudah ditangan. Serasa sayang untuk melepas. Batinku menggerutu.  " Bu, paling di Aceh cuman dua tahun saja. Kan banyak teman-teman di pusat yang bisa bantu untuk segera pindah. Mereka pada punya jabatan di kantor pusat". Rayuku agar ibu merestui. "Waktu dua tahun itu gak sebentar loh nduk. Kalo ibumu sehat terus sih gpp. Lah nak ibumu sakit, siapa sing ngurusi. Mas-mas mu wis jauh-jauh semua. Mbakyu-mbakyumu juga jauh. Wis podo ikut bojone dewe-dewe (sudah ikut suaminya masing-masing). Mosok tego" Cegah ibu, seolah memang gak ridho aku jauh-jauh dari rumah.
.
.
.
Idealismeku sedang diuji. Cita-cita lama tertanam dalam benak, perlahan luntur. Berkali-kali ikut seleksi CPNS hanya kuikuti yang penempatan area Jawa saja. Gak berani ikut di Departemen, karena khawatir penempatanya jauh. Siap ditempatkan di seluruh Indonesia. Rasa penasaran akan keilmuanku yang menjadikanku ingin mencoba ikut seleksi CPNS di Departemen Kehutanan. Dan benar juga, nasibku sesuai prasangkaku.
.
.
Sedari awal ketika ingin mendaftarkan CPNS, sudah terpikirkan. Bagaimana kalau dapat penempatannya jauh. Pasti orangtua tak mengijinkan. Dan Alhamdulillah, Alloh tahu yang terbaik untukku.
Idealisme jadi pegawai sudah luntur saat tak mendaptkan restu ibuku. Kukubur dalam-dalam impian dan cita-citaku. Kucoba hibur rasa ini agar tak kecewa yang berlarut. Pegawai bukan satu-satunya jalan rezeki. Masih banyak jalan yang Alloh miliki. Rasanya tak perlu diri ini terlalu menyesali.
.
.
Alhamdulillah, tempaan saat ngaji membuatku terbiasa menghadapi ujian hidup. Masalah demi masalah pun terselesaikan seiring dewasanya pola pikirku. Beruntung, Alloh ketemukan aku dengan Islam ini. Bukan hanya sebagai Ad Dien namun juga peraturan hidup.
Sebagai orang lama yang ditempa dengan Islam. Ngaji dan dibina dengan Islam. Tak menyurutkan langkah saat diuji. Karena hari tak selamanya malam. Pasti waktu siang akan berganti. Ujian tak akan lama menghampiriku. Pasti akan berakhir. Dan kebahagiaan lah yang kudapat.
.
.
Benar saja. Setelah kandas impianku jadi pegawai. Kualihkan kemampuanku untuk berdagang. Iya menjadi wirausaha. Kutanamkan dalam pikiranku, bahwa aku harus menjadi pedagang yang sukses. Peroleh gaji melebihi jadi pegawai. Bahkan berkali-kali lipatnya jadi pegawai. Iya, inilah aku. Orang yang tak mau menyerah karena keadaan. Tak surut langkahku ketika kesandung satu ujian.
Seraya tetap bersandar padaNya. Tingkatkan kualitas taatku. Prinsipku jangan sampai duniaku mengalihkan akheratku. Duniaku ladang amal terbaik untuk akheratku. Dan ridhoku, ditangan orangtuaku. Tak mau aku mengecewakannya. Karena rezekiku sudah ditanggungNya. Dan berdagang adalah salah satu kuncinya.

#PR 001 NgajiLiterasi
#EJB_EmakJagoBisnis
#CambukDiri 008
#CantikkanDiriDenganInspirasi
#GerakanMedsosUntukBerdakwah

0 komentar:

Posting Komentar