Rabu, 23 Mei 2018

Hutang Selangit Rakyat Terhimpit

0

Hutang Selangit Rakyat Terhimpit
Oleh Nurul Sakinah Bayti, S.Hut
Wirausaha & Member Developer Property Syariah



Sebagaimana dikutip Liputan6.com dari data APBN Kita, Jakarta, Kamis (17/5/2018), utang pemerintah Indonesia per April ini yang sebesar Rp 4.180,61 triliun, terdiri dari pinjaman Rp 773,47 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.407,14 trilyun.

Paradigma Hutang

Pernah mendengar hutang sebagai penyemangat hidup? Paradigma salah ini, rupanya banyak menjangkiti cara berpikir masyarakat. Bahkan sudah menjadi hal wajar dalam dunia perbisnisan. Ketika masyarakat membutuhkan dana instan, alhasil banyak lari mengambil solusi hutang. Ketika anak butuh sekolah, hutang menjadi jalan keluar bagi kebanyakan orang. Butuh modal tambahan, hutang pun menjadi cara "terbaik" bagi mereka yang ingin mengembangkan usahanya. Sehingga mereka mengganggap wajar ketika berhutang.

Lantas bagimana kalau paradigma ini juga menjangkiti negara? Ketika negara membangun ekonomi rakyatnya melalui hutang. Negara membangun sarana infrastruktur juga dari utang. Bahkan paradigma salah yang selalu digaungkan para penjaja ekonomi neoliberal ke negeri ini. Bahwa Indonesia tidak akan mampu membangun negeri, kalau tidak berhutang. Dan serasa ini diaminkan oleh para pejabat negara. Buktinya mereka bukannya mencari cara untuk segera menutup hutang tersebut, tapi malah memperbanyak hutang-hutang baru. Alhasil ya hutang akan diturunkan sampai ke anak cucu bahkan cicit.

Meluruskan Persepsi

Pilihan terhadap suatu perbuatan, ditentukan oleh persepsi/pemahaman seseorang. Ketika persepsinya benar, maka perbuatan yang dilakukan pun benar. Demikan pun sebaliknya, ketika persepsi yang dibangun salah, alhasil akan mengambil tindakan yang salah juga.
Termasuk dalam berhutang. Bagi individu, ketika berhutang dianggap sebagai penyemangat hidup. Dampaknya banyak orang yang mengambil hutang. Untuk menyemangati hidup dengan berhutang. Berhutang bukan karena terdesak kebutuhan. Namun serasa menjadi trend hidup masyarakat.
Berhutang memang boleh. Sebatas untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang mendesak. Bukan menjadi trend hidup. Bukan juga hutang yang mengandung riba. Karena hukum riba ini jelas keharamannya.

Sabda Rosululloh saw "Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani)"

Nah, bagaimana kalau yang berhutang negara. Cara berpikir benar, seharusnya dimiliki oleh penguasa. Jangan membangun amal, atas persepsi. Apalagi membuat kebijakan atas pijakan persepsi. Ketika mengatakan bahwa Indonesia tidak akan bisa membangun sarana dan infrastrukturnya kalau tidak berhutang. Ini adalah persepsi. Akan sangat keliru, ketika persepsi ini membuahkan kebijakan dengan memperbanyak hutang, bahkan berhutang untuk kebutuhan jangka panjang. Padahal hutangnya negara selalu "berbunga" dan jumlah hutangnya sampai ribuan trilyun, lantas berapa bunganya yang harus dibayar setiap bulan? Pasti angkanya sangat fantastis.

Modus Intervensi

No free lunch, tidak ada makan siang gratis. Semboyan ini serasa biasa dalam kehidupan demokrasi ini. Apalagi dalam hal bantuan (baca : hutang). Bahkan menumpuknya hutang sampai tidak terkendali, menjadi alat jitu bagi negara yang menghutangi untuk ikut campur dalam urusan dalam negeri. Iya, hutang bisa menjadi modus untuk intervensi bahkan modus penjajahan ekonomi suatu negara. Banyak kebijakan-kebijakan negara yang diambil karena intervensi. Kebijakan menaikkan pajak, dampak dari hutang negara. Kenaikan BBM, ini juga dampak dari utang. Dan kebijakan-kebijakan lainnya yang dibuat negara, semata untuk menggenjot APBN negara. Ketika negara ini kaya, kenapa harus berhutang? Ketika negera ini sumberdayanya melimpah, kenapa mau untuk hutang?

Dalam islam hutang tidak akan dilakukan ketika negara memiliki kekayaan alam yang melimpah. Negara akan mengatur masalah kepemilikan dan pengelolaan kepemilikan. Ada tiga macam  kepemilikan dalam Islam : kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

2Membiarkan individu untuk memiliki barang yang boleh dimiliki oleh individu secara syariat. Adapun kepemilikan umum, menjadi milik umum (milik rakyat) yang pengelolaanya dilakukan oleh negara. Sumberdaya alam yang menjadi milik umum, tidak boleh dikuasai oleh individu/kelompok, baik perusahaan swasta atau luar negeri. Kepemilikan negara, menjadi kewajiban negara untuk mengelolanya.

Hakekat hutang yang dilakukan oleh negara, rakyat pasti yang menanggungnya. Kalaupun alasan negara ketika berhutang untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, ini alasan semu. Alasan yang mengada-ada. Karena realitanya, rakyat malah menanggung beban hutang itu. Rakyat malah tambah terhimpit, akibat hutang yang selangit. Sebagai solusi atas permasalah hutang, kembali kepada sistem yang shohih yaitu sistem Islam. Sistem Islam yang mengatur masalah kepemilikan dan pengelolaanya. Sistem Islam yang akan membawa kebaikan dan kesejahteraan rakyat.

http://www.dapurpena.com/2018/05/hutang-selangit-rakyat-terhimpit.html

0 komentar:

Posting Komentar