Jumat, 18 Mei 2018

True Jilbab 3#Jilbabku Naik Gunung

0

Jilbabku Naik Gunung


Naik gunung menjadi impian saya ketika dibangku SMU dulu. Seru, banyak tantangan dan asyik aja. Impian yang sekian lama terpendam, karena waktu SMU gak ada kegiatan ekstrakurikuler Pecinta Alam.

 Baru terwujud saat kuliah. Dan itupun ketika saya telah berjilbab. Iya berjilbab. Pakaian panjang, longgar, terulur dari atas sampai bawah. Tidak boleh membentuk tubuh, tidak boleh transparan dan tidak boleh pas bodi alias ketat. Jilbab ini kebanyakan orang memandang sebagai pakaian pengajian atau kondangan, lah kok digunakan untuk naik gunung? Bagaimana jadinya?

Dintara sekian banyak aktivitas praktek di kampus kehutanan IPB, yang paling menantang adalah ketika praktek P3H (Praktek Pengenalan & Pengelolaan Hutan). Waktunya bisa dibilang lama, hampir 45 hari, dan aktivitas prakteknya sangat padat, harus blusukan ke hutan.

Mulai dari ngukur diameter pohon, tinggi pohon, jenis pohon, segala macam tanaman semak, macam satwa dan masih banyak yang lainnya. Lelah sudah pasti, namun dinikmati saja. Paginya persiapan berangkat, sorenya baru pulang ke penginapan di rumah dinas Perhutani.

Praktek menantang pertama, ketika menuju medan hutan. Hutan milik Perhutani Tasikmalaya. Jalan berbatu, berkelok dan naik turun. Kendaraan pun harus menggunakan motor Trel, motor cowok dengan ban besar. Ujian bagi jilbabku, ketika naik ke motornya petugas.

Pakai jilbab? Iyalah, jelas. Karena jilbab menjadi identitas iman dan ketaatanku, disinilah Alloh mengujinya. Membonceng motor Trel dengan jilbab. Tak kurang akal, akhirnya untuk keamanan membonceng, ujung bawah jilbabku saya kaitkan dengan peniti, he. Biar ga jatuh jilbabnya, dan biar ga masuk ke rantai motor. Karena rantai motor Trel rata-rata terbuka, jadi membahayakan kalau ujung bawah jilbab masuk ke rantai. Pernah juga kena semprot teman-teman cowok, gara-gara ujung jilbab yang hampir masuk ke rantai. Sangking konsentrasi dengan medan yang sangat mengerikan. Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa.

Ketika masuk hutan pun, ada beberapa pengalaman yang menantang. Karena semak-semaknya yang rimbun, untuk berjalan pun harus membabat beberapa tanaman semak. Butuh membuka jalan baru. Maklum, prakteknya kan di hutan, bukan di mall loh ya, he. Terlebih waktu itu bersamaan dengan musim hujan, licin sudah pasti. Berjalan sepanjang hutan, melakukan aktivitas analisis materi-materi kuliah. Belum lagi rasa takut kalau ada binatang buas, ular, kalajengking dan lintah. Benar-benar uji nyali. Bisa kebayang kan? Kalau belum kebayang, coba aja masuk hutan yang rimbun dan kondisi hujan, he.

Hutan mangrove dan hutan tepi pantai, tantangan lanjutan. Pakai jilbab, masuk ke hutan mangrove. Basah sudah pasti. Menurut saya yang rada menggelikan ketika jilbabnya masuk ke hutan mangrove. Akar pohon mangrove yang runcing-runcing dan berair, pasti jilbabnya naik-naik ke atas air, karena berat jenis kainnya lebih ringan. Jadi jilbabnya mengapung. Lumayan seru nih. Praktek analisis tanaman yang di mangrove, ngukur diameter pohon, sambil pegangin jilbab biar ga mengapung di air, he. Gimana caranya ya? Wis lah, pokoknya seru banget dan tantangan tersendiri buat jilbabku.

Nah ini termasuk saat yang saya impikan cukup lama yaitu pendakian gunung. Gunung Papandayan menjadi pilihan dalam praktek P3H. Gunung Papandayan memiliki dengan ketinggian 2.655 mdpl.

Namanya tidak asing lagi bagi yang mendengarnya, apalagi yang hobi naik gunung atau camping. Ya, gunung Merapi yang statusnya masih aktif ini menawarkan keindahan alam yang memukau dan sayang untuk dilewatkan. Salah satu hal yang menjadi daya Tarik Gunung Papadayan adalah terdapat beberapa kawah yang terkenal yaitu kawah mas, kawah baru, kawah nangklak, dan kawah manuk. Kawah-kawah tersebut mengeluarkan uap belerang dari dalamnya. Inilah praktek yang sangat menyenangkan, karena bisa belajar sekaligus refreshing, mengenal alam lebih dekat.

Sudah bisa dimaklumi, Garut terkenal dengan cuaca sangat dingin. Apalagi di saat pagi hari. Bahkan untuk mengambil air wudhu pun, harus mengalahkan rasa dingin. Melakukan sholat shubuh, setelahnya langsung persiapan pendakian.

Dengan diangkut pakai mobil Elp, rombongan pendakian mulai beraksi dari lokasi penginapan menuju kaki gunung. Perjalanan yang seru, naik-naik ke puncak gunung. Tinggi-tinggi sekali, he. Semakin tinggi, semakin sulit bagi jilbabku untuk ikutan naik. Butuh bantuan uluran tongkat teman, ketika naik di ketinggian. Biasanya teman cowok yang ulurkan tangan, cuman saya senyumin. Memilih teman cewek yang membantu, agar tidak ketinggalan rombongan. Teman cewek pun, memahami kondisi saya. Karena temen saya, memahami pilihan hidup saya dengan jilbab ini. Alhamdulillah tanpa mengeluh, teman cewek inilah yang jadi partner setia saya selama pendakian.

Kepleset, ketinggalan dengan rombongan, menjadi hal biasa. Bukan karena jilbabku, karena memang medanya yang berbatu dan licin. Sehingga pelan-pelan bagi kami untuk mendaki. Sesekali istirahat di tengah perjalanan, sambil menikmati indahnya pemandanagan sekaligus melakukan penelitian terhadap lingkungan Gunung dan sekitarnya. Kadang-kadang juga photo-photo untuk kenang-kenangan, biar bisa cerita ke anak cucu, he.

Dalam pendakian, ada rute lain yang bisa ditempuh dengan motor Trel. Tapi dosen pembimbingnya melarang mahasiswa untuk naik motor. Biar kalian merasakan pendakian, paparnya begitu pada kami. Ya seperti ini seharusnya mahasiswa, bersusah-susah untuk mendapatkan ilmu.
Sampai di Puncak Papandayan, aktifitas analisis materi praktek langsung kami lakukan secara berkelompok. Menghitung jenis pohon, mengukur diameter pohon, tinggi pohon dsb. Mencatat segala data yang dibutuhkan untuk pelaporan praktek.

 Berdiskusi dengan kelompok dan dosen pembimbing terkait dengan materi.
Yang seru, dosen pembimbing yang menyertai pendakian ada dua dosen. Satu masih muda, yang satunya lagi bisa dibilang sudah tua. Ini yang kadang saya kasihan pada Beliau. Pendakian yang tinggi, masih membawa kebutuhan pribadi untuk pendakian. Ditambah lagi tongkat kesayangan selalu melekat pada tangan Beliau. Namun saya acungkan jempol, Beliau tetap semangat untuk memberikan pengarahan dan motivasi pada kami. Kebetulan Beliau termasuk dosen mata kuliah tanah. Jadi seluk beluk tentang tanah, Beliau sangat hafal.

Menjelang sore, kegiatan pendakian siap-siap diakhiri. Kami pun menyegerakan untuk membereskan segala perlengkapan dan kebutuhan yang masih terserak. Mempercepat langkah agar segera sampai di kaki Gunung. Karena biasanya kami menjamak takhir sholat Ashar dengan sholat Dhuhur. Di gunung kan tidak ada air untuk berwudhu, jadi sholatnya dikerjakan kalau sudah sampai tempat penginapan.

Demikian juga untuk hari berikutnya kami melakukan pendakian kembali, melengkapi data-data yang kurang. Melanjutkan analisis  materi berikutnya.
Bersyukur, selalu bersyukur. Setiap tahapan praktek bisa tertunaikan. Jilbabku lolos dalam setiap ujian ketika praktek.

Jilbabku pengukur ketaatanku. Alhamdulillah, keyakinan kuat dalam diri ini, memberikan kemudahan dalam menjaga keistiqomahan berjilbab. Keyakinan akan Firman Allah yang artinya  bahwa Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuan hambaNYa (TQS. Al-Baqarah: 286). 

0 komentar:

Posting Komentar