Kamis, 17 Mei 2018

True Jilbab 1 # Ngaji Membangunkanku dari Mimpi

0

Ngaji, Membangunkanku dari Mimpi

Nurul Sakinah Bayti, S.Hut
(Motivator & Wirausaha)


Merasa sudah baik, itulah saya dulu. Merasa gak banyak neko-neko dan pintar, itulah saya dulu. Bahkan merasa diri sudah sangat layak untuk membeli surgaNya, itulah saya dulu. Iya, saya yang merasa sudah cukup dari lingkungan keluarga yang kondusif, paham agama, dan selalu dekat dengan aktivitas agama, sehingga punya rasa percaya diri kalau ibadah saya pasti diterima Alloh, Astaghfirulloh.

Serasa wajar bagi saya waktu itu, kebiasaan harian saya cukuplah kalau dikatakan anak sholihah, cie muji diri sendiri. Mulai bangun tidur, ikut sholat berjamaah di masjid, belajar selepas shubuh, sekolah, pulang sekolah pun langsung bantu-bantu ibu di rumah, ngaji sore, malam belajar lagi, sholat berjamaah lagi. Bahkan hampir bisa dikatakan gak pernah yang namanya dolan (bermain) apalagi jalan-jalan sama the geng, la wong geng nya anak-anak pendiam dan rumahan, he, ya hampir tidak pernah lah. Maklumlah memang dari SD hingga SMU dikenal anak pintar, kata temen-temen sih. Tapi bener kok, buktinya bapak/ibu Guru di sekolah sampai saat ini pun masih ingat dengan saya, si Pintar yang ikut mengahrumkan nama sekolah. Aduh sombong dan PD nya minta ampun. Iya, itulah saya dulu.

Dalam pergaulan dengan teman-teman pun, suka memilah-milah temen. Merasa sebagai seorang cewek, ya wajar kalau lebih suka bergaul dengan cewek. Bahkan tidak pernah mau duduk sebangku dengan cowok. Maklumlah, saya termasuk tipe pemalu. Bahkan ada beberapa temen cowok merasa jengkel dengan saya, gegara saya termasuk orang yang katanya teman-teman, orang pintar yang pelit, beuh, dalam tuh sebutannya. Bagi saya, memberikan jawaban ketika ujian/ulangan, pantangan bagi saya. Disamping saya punya pesaing yang banyak dan berat di kelas ataupun dari kelas lain, rugi dong kalau ngasih bocoran ma pesaing, he. Itulah saya, salah seorang siswa yang tidak mau kalah dalam prestasi dan juara kelas. Makanya banyak teman-teman yang sukanya minta jawaban, gak bakalan dapat bocoran jawaban dari saya. Sampai sekarang, ketika masih ketemu sama teman-teman pun mereka selalu bilang, kamu itu dulu pintar tapi pelit, he, inget banget ya mereka. Iya, itulah saya dulu.

Alhamdulillah berkat usaha dan doa, berkat predikat sebagai siswa berprestasi, mudah bagi saya untuk masuk perguruan tinggi negeri. Sebenarnya dulu kepinginnya masuk kedokteran, namun kandas niatannya karena orangtua gak PD dengan mahalnya biaya sekolah di kedokteran.

Kata bapak seperti itu : "wis lah nduk, disyukuri saja udah keterima di IPB, kasihan nanti adik-adik kelasmu, gak bisa diterima, karena kamu wis diterima PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) kok gak diambil. Karena dari awal pun, guru BP mewanti-wanti, kalau sudah keterima di PTN melalui jalur rapor, harus diambil. Kalau tidak diambil, soalnya nanti akan berpengaruh ke adik-adik kelas. Ini yang juga dinasehatkan Bapak kepada saya waktu itu. Kandas juga keinginan untuk ikut UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Padahal saya termasuk yang dapat beasiswa untuk mengikuti tes UMPTN secara gratis, ketika diterima pun, bisa kuliah dengan biaya gratis, bahkan mendapat biaya bulanan juga gratis. Iya, itulah saya dulu.

Alhamdulillah, Alloh Swt punya cara terbaik untuk menuntun saya pada hidayahNya. Perjalanan jauh untuk menuntut ilmu, ke Kota Hujan Bogor, bagi saya merupakan tantangan tersendiri. Wajar sebelumnya gak pernah kemana-mana. Eh, sekalinya sekolah malah ke luar kota. Jauh banget ke kota Bogor.

Perjalanan yang memakan waktu hampir sehari semalam. Dengan ditemani Bapak tercinta, diantarkanlah saya untuk mencari kos-kosan. Alangkah kagetnya saya ketika mendapati setiap rumah yang di koskan selalu tertutup pintunya.

 Aneh bagi saya. Karena di kampung, rumah yang ditutup biasanya tidak berpenghuni atau penghuninya sedang pergi. Lah, ini rumah-rumah yang di koskan hampir semuanya ditutup pintunya. Iya, saya memang diantarkan oleh kakak kelas yang aktif dalam organisasi BKIM (Badan Kerohanian Islam Mahasiswa). Jadi rumah yang dipilihkan, hampir semuanya rumah binaan istilahnya. Rumah yang dijadikan pembinaan untuk orang-orang yang ngekos, bukan hanya dapat ilmu ketika  kuliah, tapi juga dapat tambahan ilmu agama. Papar kakak kelas seperti itu.
Akhirnya masuk juga saya ke sarang harimau, he. Katanya kakak kelas yang lain ketika ngrumpi sesama wong jowo (rasa bangga loh, kalau ketemu sesuku bisa ngomong dengan bahasa yang sama, merasa gak sendirian lagi). Wejangan (nasehat) mereka, hati-hati loh dek, kalau masuk rumah binaan. Tambah berdegup nih jantung saya, ketika diomongin begitu. Memang kenapa mbak? Tanya saya balik. Trus dijawabnya, iya hati-hati saja, nanti kamu bakalan diminta pakai jubah kalau ke luar kosan. Banyak pengajian di kosan.

Wis lah, pokoke nanti akan banyak yang beda. Nak kuat yo gak apa-apa, tapi nak gak betah ke sini saja. Bagi saya yang merupakan orang baru, ini adalah bentuk perhatian beliau terhadap adik kelasnya. Tapi rada-rada takut juga sih. Sampe di bilangin masuk sarang harimau, ngeri juga, he.

Sebenarnya kalau kebiasaan pengajian, mengaji dan ibadah-ibadah keagamaan lainnya, bagi saya itu merupakan hal yang biasa. Yang tidak biasa adalah ketika diminta pakai jubah kalau ke luar kosan apalagi kalau kuliah. Langsung kepala ini membayangkan hal-hal yang aneh-aneh, muncul beberapa pertanyaan terhadap diri sendiri. Bagaimana mungkin ya, kalau jubah dipakai pengajian sih gak masalah.

Yang masalah adalah ketika jubah dipakai untuk kuliah. Padahal saya kuliahnya di Fakultas Kehutanan, lah bagaimana mungkin diminta pakai jubah ketika naik gunung. Pakai jubah ketika praktek ke hutan. Ah, lamunanku semakin kemana-mana. Dalam hati, wis lah diikuti saja dulu.  Selama kebaikan yang diajarkan, pasti ada jalan keluar.

Seminggu tinggal di Bogor, masih sering mewek,he. Anak mami katanya. Gak pernah keluar rumah yang jauh-jauh. Paling lama dulu keluar rumah, rekreasi di Bali. Itupun untuk senang-senang. Nah ketika di Bogor jauh dari siapa-siapa, apalagi teman yang sama-sama kuliah di IPB memilih untuk kos di rumah umum, bukan rumah binaan. Sementara saya memilih untuk tinggal di rumah binaan.

Adaptasi pasti lah, butuh waktu cukup lama. Hampir sebulanan baru bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Lingkungan yang kondusif sih menurut saya, karena saya dulunya pun suka dengan aktivitas keagamaan. Cuman satu tok yang saya gak suka, ketika pas pengajian disinggung-singgung tentang jubah.

Awalnya setiap jadwal pengajian, saya semangat banget, karena materinya motivasi, mengingatkan akan Akherat. Namun setelah itu, materinya udah nyinggung-nyinggung tentang pakaian. Kewajiban muslimah untuk menutup aurotnya dengan sempurna. Maklum kali ya, meskipun saya paham agama. Ternyata niatan saya menutup aurot hanya sebatas merasa nyaman, agar tidak digoda. Iya sebatas itu niatannya. Setelah sering ikut pengajian, kok ada sesuatu yang berbeda. Mbak-mbaknya kok menyebut jubah dengan sebutan jilbab.

Padahal awalnya saya menutup aurotnya dengan pakaian panjang dan celana panjang. Mendapatkan pemahaman jilbab identik dengan jubah, bagi saya sesuatu yang aneh banget.

Pengajian diadakan hampir seminggu sekali. Bahkan kadang lebih intensif lagi, soalnya ada tambahan kultum juga di kosan setiap selesai sholat Shubuh.

Mulailah kami-kami yang belum mengenakan jubah ditanyain terus, kapan dek mau hijrah untuk mengenakan pakaian muslimah yang sempurna? Bahkan sempat terpikir untuk nyari-nyari alasan agar tidak ikut pengajian, karena tugas kuliah lah. Karena ada kegiatan di kampus lah, he.

Suka ngeles-ngeles juga untuk menghindar.
Sampai pada satu keputusan bagi saya, untuk menanggalkan celana panjang, berganti memakai rok panjang. Pikir saya, rada mendinglah. Kalau rok kan sudah terbiasa, tapi kalau pakai jubah? Pikiran kembali lagi berandai-andai, saya kan kuliah di kehutanan, masak harus pakai jubah?

Tiba saatnya mbak di kosan, yang juga guru ngaji, meyakinkan saya. Dek, jilbab ini syariat Alloh loh. Ini bukan perintah mbak, tapi langsung perintahnya dari Alloh. Dalil Al Qur'an surat Al Ahzab (33) : 59 sudah jelas, dalil haditsnya pun juga jelas. Sambil diingatkan kembali terkait istilah jilbab yang ada dalam Al Qur'an yang artinya : “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS. Al Ahzab (33) : 59).

Kemudian beliau melanjutkan dengan nasehat Rosululloh saw ketika memerintahkan muslimah untuk menutup aurot dengan kerudung dalam Qur'an surat An Nur (24): 31, para shohabiyah langsung menyabet korden-korden yang ada di rumahnya dan merobek kain sarung mereka, digunakan untuk menutup kepala mereka. Kisah bersegeranya para shohabah mendengar perintah Alloh swt. Ketika shohabah mendengar, mereka langsung melaksanakannya tanpa nanti dan tanpa alasan.

Mbak pengisi ngaji kembali menanyakan kepada saya, lantas apa yang menghalangi anti untuk berjilbab dek? Butuh waktu bagi saya untuk merenung dan meluruskan niat mbak. Sampai tiba waktunya saya berani menceritakan hambatan, pikiran-pikiran yang menghalangi saya untuk berjilbab waktu itu. Termasuk bagaimana ketika nanti saya pulang kampung dengan pakaian seperti ini? Saya ceritakan semua kepada mbak ngaji yang sabar membina saya.

Sampai akhirnya saya mengambil keputusan untuk berjilbab. Hampir satu tahun saya berproses untuk menutup aurot secara sempurna. Berpikir, pakai rok pun juga ribet. Pakai rok belum dikatakan memakai jilbab. Karena hakekat jilbab adalah pakain panjang, longgar yang menutup seluruh aurot perempuan mulai dari atas sampai bawah. Jilbab hanya satu uluran, semacam terowongan dan semacam lorong. Jilbab tidak membentuk tubuh. Jilbab harus longgar dan tidak transparan. Cara berpikir manusiawi saya waktu itu, daripada sama-sama ribet, pakai rok ribet, pakai jilbab juga ribet, mending memakai jilbab, he. Jilbab dalilnya jelas, sementara rok tidak ada dalilnya.

Jilbab inilah pakaian syar'I, yang diperintahkan dan ada dalinya, batin saya waktu itu. Setelah semakin matang pemahaman saya tentang islam, berubahlah saya yang dulu, bukan saya yang sekarang. Bertambahlah keyakinan saya, bahwa melakukan amal, tidak boleh karena orang. Apalagi meniru-niru yang tidak jelas syariatnya. Bahwa menyegerakan kebaikan jauh lebih penting, dan jangan menunda-nunda. Karena niatan baik harus disegerakan. Jangan-jangan niatan yang baik itu, besok sudah berubah lagi. Ini yang selalu saya ingat-ingat dari nasehat mbak pengisi kajian.

Ngaji menyadarkan saya akan hakekat diri. Bahwa diri ini adalah titipan Alloh SWT. Ketika diri ini dititipi kepintaran, itupun anugerah Alloh. Tak layak manusia sombong, apalagi membanggakan dirinya. Sepintar apapun manusia, dia tetap manusia yang lemah. Manusia yang tidak ada artinya ketika sudah mati. Sehingga kepintaran seharusnya dimanfaatkan untuk penghambaan diri pada Ilahi.

Kepintaran harus tunduk pada ayat-ayat Alloh. Bukan menjadikan diri pongah, tetapi justru menjadikan diri tambah bersyukur dan dekat dengan Alloh. Alhamdulillah, disinilah saya merubah cara pandang yang keliru waktu itu.

Ngaji menjadikan saya lebih paham tentang Islam. Bahwa ujian hidup manusia pasti akan selalu datang. Alloh menguji manusia, karena Alloh cinta pada hambaNya. Alloh uji manusia, untuk mengetahui seberapa besar tingkat iman kita pada Alloh. Malu rasanya ketika mendengar dan membaca kualitas iman para sahabat terdahulu. Bilal bin Robbah dan Sumayyah, harus menanggung penderitaan dan penyiksaaan dari orang-orang Quraisy karena iman mereka. Bahkan Bilal disiksa majikannya, dijemur diterik matahari, ditindih dadanya dengan batu. Tak sedikitpun memalingkan iman Beliau. Ahad, Ahad, Ahad. Perkataan ini yang terucap dari lisan Bilal untuk mempertahankan imannya. Tidak mau berpindah ke agama nenek moyang, meskipun penyiksaan selalu menimpanya.

Rasanya malu diri ini ketika melihat perjuangan para sahabat. Mereka orang-orang yang kuat imannya. Merek orang-orang yang rela mati untuk agamanya. Bagaimana dengan saya? Akhirnya pikiran ketika diri merasa layak menempati posisi Surga, serasa jauh untuk saya. Amalan saya, perjuangan saya, belumlah seberapanya dibandingkan para sahabat.

Semakin merasa rendah diri ini dihadapanNya. Membuat diri ini semakin mendekat dan taat padaNya. Mumpung nyawa masih di badan. Mumpung masih ada kesempatan.

 Terbangun diri ini dari mimpi, tersadarkan diri ini ketika mendengar Firman Alloh yang artinya : "Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemlaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rosul dan orang-orang beriman bersamanya berkata, "Kapankah datang pertolongan Alloh?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Alloh itu dekat. (TQS. Al Baqoroh (2): 214)

0 komentar:

Posting Komentar